Mengadopsi AI dalam Pemilu
Oleh Gusriyono Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Kabupaten Tanah Datar “Kecerdasan buatan akan lepas landas dengan sendirinya, dan mendesain ulang dirinya sendiri dengan kecepatan yang terus meningkat. Manusia, yang dibatasi oleh evolusi biologis yang lambat, tidak dapat bersaing, dan akan digantikan." Demikian dikatakan Stephen Hawking dalam sebuah wawancara dengan BBC akhir 2014 silam. Sewindu kemudian, kecerdasan buatan atau AI (Artificial Intelligence) benar-benar lepas landas dengan kecepatan yang terus meningkat. Terbaru, hadirnya ChatGPT yang dikembangkan oleh perusahaan teknologi asal Amerika Serikat OpenAI. ChatGPT merupakan program perangkat lunak berbasis teknologi AI berupa chatbot (robot percakapan). Sejak dirilis akhir November 2022 lalu, ChatGPT pun ramai diperbincangkan dan diperdebatkan. Perkembangan AI tidak hanya ChatGPT, begitu banyak kecerdasan buatan yang muncul dan bisa digunakan saat ini. Dari berbentuk teks, gambar, suara, video, dan sebagainya. Banyak pekerjaan yang sebelumnya dilakukan manusia di berbagai bidang diambil alih oleh AI. Bahkan, bukan tidak mungkin, AI benar-benar akan menggantikan manusia sepenuhnya pada suatu saat nanti. Begitu masifnya perkembangan AI, maka mungkinkah bisa digunakan dalam pesta demokrasi atau pemilihan umum (pemilu). Secara teori, mungkin saja teknologi AI dapat digunakan untuk beberapa aspek penyelenggaraan pemilu, seperti pengolahan data dan analisis data pemilih. Namun, secara penuh menggantikan peran penyelenggara pemilu dengan AI masih belum mungkin dilakukan. Pemilu merupakan proses yang kompleks dan melibatkan banyak aspek, termasuk pendaftaran pemilih, pengaturan tempat pemungutan suara, pemantauan dan pengawasan, serta penghitungan suara. Semua tahapan ini membutuhkan interaksi manusia dan keputusan yang diambil oleh penyelenggara Pemilu, yang tidak dapat sepenuhnya digantikan oleh teknologi AI. Meskipun demikian, AI dapat membantu penyelenggara pemilu dalam beberapa aspek, seperti pendaftaran pemilih dan pengolahan data pemilih, analisis opini publik, serta pemantauan dan pengawasan pelaksanaan Pemilu. Namun, keputusan akhir masih harus diambil oleh manusia dan proses pemilu tetap memerlukan partisipasi aktif dari semua pemangku kepentingan dan masyarakat. Dalam hal ini, peran teknologi AI adalah untuk membantu meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggara pemilu, serta memastikan proses pemilu berjalan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. Setidaknya untuk tahapan pendaftaran dan verifikasi administrasi peserta pemilu, calon perseorangan, dan pasangan calon kepala daerah. Selain itu, pendaftaran dan pemutakhiran data pemilih, serta pengawasan kampanye dan tahapan lainnya dalam pemilu. AI juga bisa digunakan untuk memverifikasi dan mengelola data pemilih, seperti mencocokkan data pemilih dengan basis data lainnya dan mengidentifikasi pemilih ganda. Kemudian, AI membantu memeriksa keaslian dokumen identifikasi pemilih dan memperbarui data pemilih secara otomatis. Begitu juga dengan berkas atau dokumen pencalonan, yang bisa diverifikasi secara otomatis menggunakan teknologi AI. Selain itu, pengawasan opini publik terkait pemilu juga bisa dilakukan teknologi AI dengan mengumpulkan dan menganalisis data opini publik sebelum pemilu. Memanfaatkan teknologi pengolahan bahasa alami (Natural Language Processing), AI dapat menganalisis percakapan di media sosial dan platform digital lainnya untuk mengidentifikasi isu-isu kunci yang diangkat oleh pemilih. Pengunaan AI dalam menganalisis opini publik ini sangat membantu penyelenggara pemilu dalam memperbaiki kebebasan berpendapat masyarakat. Sebab, dalam disrupsi informasi saat ini, berbagai pendapat mengalir tanpa hambatan ke saluran-saluran teknologi yang dimiliki publik atau masyarakat. Pengalaman pemilu 2019 memunculkan keterbelahan di masyarakat akibat penyebaran dan pembentukan opini publik yang liar tanpa proses moderasi atau editorial. Bahkan, penyelenggara pemilu pun tidak luput dari fitnah dan sentimen negatif yang disebar melalui berbagai platform media. Untuk mengawasi opini publik dalam pemilu, AI bekerja dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber, seperti media sosial, situs berita, forum online, dan platform digital lainnya. Kemudian menganalisis data tersebut untuk mendeteksi pola dan tren yang dapat menjadi indikasi opini publik. Beberapa objek yang bisa dianalisis AI terkait pengawasan opini publik dalam pemilu, yaitu, analisis sentimen, dimana AI dapat menganalisis dan memahami perasaan dan opini publik terhadap isu-isu politik dan calon dalam pemilu. AI mengidentifikasi kata-kata atau frasa yang menunjukkan sentimen positif atau negatif dalam percakapan online. Kemudian, melalui topic modeling, AI akan menganalisis percakapan publik untuk menemukan topik atau isu penting yang dibicarakan oleh pemilih. Dengan menggunakan teknologi topic modeling, AI dapat memilah data untuk menemukan kategori atau topik yang paling sering dibicarakan dan memberikan informasi tentang isu-isu yang paling penting bagi pemilih. Begitu pula dengan analisis jaringan kerja, dimana AI menganalisis jaringan sosial dan interaksi antara pengguna online untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok pemilih dan pengaruh yang dimilikinya. Dengan menggunakan teknologi jaringan sosial, AI dapat memetakan hubungan antara pemilih dan kelompok-kelompoknya. Serta, memberikan wawasan tentang cara, pengaruh dan opini dapat menyebar di antara kelompok-kelompok tersebut. Terakhir, analisis foto dan video, dimana AI juga dapat menganalisis gambar dan video yang diposting secara online untuk mendeteksi gambar atau video yang mungkin berkaitan dengan pemilu. Dengan menggunakan teknologi pengenalan gambar dan video, AI dapat memantau konten yang beredar online dan memberikan wawasan tentang bagaimana isu-isu politik atau calon disajikan dalam media sosial dan platform digital lainnya. Dengan menggunakan teknologi AI untuk mengawasi opini publik dalam pemilu, penyelenggara pemilu dapat memperoleh informasi yang lebih akurat dan real-time tentang preferensi pemilih, isu-isu yang penting, serta upaya kampanye oleh calon. Namun, penting untuk diingat bahwa penggunaan teknologi ini harus dilakukan dengan memperhatikan etika dan privasi data, serta harus mengikuti standar keamanan data yang ketat untuk memastikan keamanan dan integritas data. Selain itu, perlu juga dilakukan koordinasi dan pengawasan yang ketat dari lembaga berwenang dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan integritas dan transparansi pemilu. (*) *Artikel ini pernah dimuat di Harian Padang Ekspres, Senin, 20 Februari 2023.
Selengkapnya